Tuesday, February 20, 2007

my old frenn

siang tadi, aku berencana untuk tidak makan siang di kantin karena langit yang mendung, aku bpikir mungkin akan turun hujan, di tambah lagi teman kerja sudah janji mbagi makan siang untukku. ini sebenarnya keanehan menyenangkan yang selalu berulang, hehehe. akhirnya karena tidak enak hati karena tidak mberikan andil untuk makan siang aku ke kantin untuk mbeli cemilan. aku pikir sudah lah hujan sdikit tak apa, menjaga persahabatan jauh lebih penting.

biasanya makan siang aku mhabiskan sekitar 5000 sampai 9000 rupiah padahal lauknya itu2 saja. untuk kali ini aku brencana untuk mhemat dengan hanya mbeli gorengan sharga 3000 rupiah.

aku mmilih gorengan yang skarang tnyata sharga @500 rupiah. artinya aku bisa mbeli 6 buah gorengan. lumayan lah. setelah itu aku ingin kembali ke kantor lagi. hujan sudah mulai turun. entahlah dibalik suara hujan aku mdengar suara yang lama sudah tidak pernah aku dengar. "bapak2 & ibu2 saya minta bantuannya untuk banjir yang mnimpa keluarga kami di daerah manggarai dan bukit duri.. bla bla bla.."
oh my god.. suara ini dulu ga asing.. aku coba mlihat pmilik suara ini. yup benar skali ini suara dari sahabatku di SMP 3. aku ga sabar ingin mnyapa, berbicara bahkan ingin memeluknya. but dia masih saja berbicara mmohon iba pada orang2 yang sedang makan. hatiku hancur. akhirnya selesai dan aku menyapanya. allow sahabat.. how are you? bla bla bla..

saat itu aku bersyukur dengan keadaanku. terima kasih Tuhan.
jadi apa yang bisa kulakukan untuk sahabat2ku.. untuk orang2 disana.. untuk mereka yang tidak bisa makan siang?
sudahlah.. hatiku sudah hancur.. aku ingin kembali bekerja.. aku tidak ada waktu untuk mmikirkan.. Tuhan ampuniku aku.. sungguh ampuni aku..

Thursday, February 15, 2007

tulisan yang membuatku merasa dingin

Aku bersandar di gerbang kayu,
Ketika salju kelabu seperti hantu
Dan sisa musim dingin membat sendu
Hari yang makin suram.
Tangkai gandum menggapai langit
Bagaikan tali-tali harpa sumbang
Dan semua manusia di sekitarnya
Ingin berdiang di perapian rumah mereka

Seketika melengking suara di antara
Ranting-ranting kering di atas kepala
Menyenandungkan sepenuh hari tembang
Kegembiraan tak terbatas;
Seekor burung tua, lemah, kurus, dan kecil
Dalam bulunya yang mekar indah,
Telah memilih untuk membuang jiwanya
Ke atas kesuraman yang makin bertambah

Sedikit alasan untuk bergembira
Mendengar lengkingan suara itu
Tersurat diatas bumi
Yang dekat atau yang jauh,
Sehingga aku bisa berpikir melintasi
Udara malamnya yang bahagia
Beberapa harapan yang diberkati, yang diketahuinya
Sementara aku tak tahu

(Thomas Hardi, 1900)